KERAJAAN
KESULTANAN PADANGGUNI INEA SINUMO WUTA MBINOTISO (DAERAH ISTIMEWA) KENDARI
SULAWESI TENGGARA
Awal
kebangkitan Kesultanan Padangguni Inea Sinumo Wuta Mbinotiso (Daerah Istimewa)
Kendari Sulawesi Tenggara, adalah bermula dari adanya surat pemerintah daerah
kabupaten kendari No 470/31 tanggal 20 juni 2001 tentang pemberian mandat
kepada Prof. DR. Abdul Azis Riambo. SH. MBA.PhD.PsD.LMD, dengan gelar Sultan
Anakia Mokole Budnuwula XII, selaku kepala pemerintahan adat” kesultanan
Padangguni Inea Sinumo Wuta Mbinotiso (Daerah Istimewa) kendari Sulawesi
tenggara, untuk memperjungkan percepatan pembangunan disegala bidang diwilayahnya,
atas dasar aspirasi masyarakat adat yang ditanda tangani oleh Kepala Desa
Puunggaluku, tokoh masyarakat adat, camat Abuki, dan Bupati Kendarai.Surat
Bupati Kendari tersebut didukung oleh masyarakat adat keluarga besar Kesultanan
Padangguni Inea Sinumo Wuta Mbinotiso (Daerah Istimewa) Kendari Sulawesi
Tenggara, yang juga di ketahui oleh Desa/Lurah Camat dan Bupati tanggal 26
September 2002 serata tanda tangan sejumlah 40.077 orang perwakilan masyarakat
Adat Tolaki Padangguni yang ditujukan kepada Menakertrans RI dan tembusannya
juga dikirimkan kepada ketua MPR, DPR RI, para menteri dan TNI/Polri serta
Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah.
Juga
adanya surat dukungan masyarakat adat keluarga besar Kesultanan Padangguni Inea
Sinumo Wuta Mbinotiso (Daerah Istimewa) Kendari Sulawesi Tenggara, yang ditanda
tangani oleh masing-masing perwakilan, Kabupaten Kendari dan Kabupaten Kolaka,
Kota kendari dan Kabupaten Konawe Selatan (sebelum Pemerkaran). tanggal 11
maret 2003 yang ditujukan kepada ketua MPR, DPR RI, Presiden RI dan Para
Menteri yang terkait dijakarta. yang kemudian ditindak lanjuti oleh Surat
Bupati kendari No. 595/410 Tanggal 27 Februari 2004 Perihal Penjelasan
Keberadaan Kesulatanan Padangguni dan Perjuangannya, juga tembusan dikirimkan
kepada Presiden RI, Ketua MPR, Ketua DPR RI, Panglima TNI dan KAPOLRI di
jakarta.
Dukungan
Masyarakat Adat Tolaki Padangguni itulah yang menjadi dasar pengukuhan Prof.
DR. Abdul azis riambo. SH. MBA.PhD.PsD.LMD, Sebagai Kepala Pemerintahan Adat
Kesultanan Padangguni Inea Sinumo Wuta Mbinotiso (Daerah Istimewa) Kendari
Sulawesi Tenggara, dengan gelar “ Sultan Anakia Mokole Bunduwula XII” yang
bertujuan sebagai pelaksanaan UUD 1945, Pasal 18 B Ayat 2.Konvensi ILO No. 169
tahun 1989 dan Deklarasi Perseikatan Bangsa – Bangsa (PBB) tentang perlindungan
hak-hak Masyarakat Adat, Bumi, Air beserta segala isi yang terkandung
didalamnya sebagai warisan leluhur nenek moyangnya secara turun temurun yang
harus dilindungi oleh pemerintah dan tidak boleh diambil dikuasai oleh siapapun
termasuk Pemerintah Atau Negara.
Untuk
mengetahui eksistansi sejarah Kesultanan Padangguni Inea Sinumo Wuta Mbinotiso
yang dahulu pernah berkembang dan dikenal sebagai Kerajaan Padangguni sejak
Abad Ke-IV sampai dengan Abad Ke VI Masehi, maka pada tahun 2001 DPP-FSBDSI
membentuk t im peneliti sejarah pusat dan daerah yang didukung oleh Menteri
Tenaga Kerja da Transmigrasi RI. Penelitian dimulai dari studi kepustakaan.
yakni berupaya mencari dan menemukan catatan sejarah padangguni melalui
sejumlah tokoh adat yang masih hidup di Kabupaten Kendari, Kabupaten kolaka dan
kota kendari saat itu. dari hasilpenelusuran catatan sejarah. ditemukan kitab
I-Lagaligo, Kitab Taenango dan Kitab Bunduwula.
Dari
ketiga kitab tersebut diketahui adanya silsilah Raja/mokole Bunduwula I,
Struktur Pemerintahan kerajaan Padangguni dan catatan wilayah kerajaan
padangguni. berdasarkan catatan sejarah tersebut, maka tim peneliti melakukan
studi lapangan langsung di kabupaten kendari, kabupaten kolaka dan kota
kendari.
Penelitian
lapangan difokuskan pada upaya menemukan kuburan/makam Raja Bunduwula 1 Sangia
Wonua Sorume Mokole Padangguni Inea Sinumo Wuta Mbinotiso (Daerah Istimewa)
Totongano Wonua (Raja Pusat Negeri) Lembui Lenggobaho, yang berkuasa tahun 1575
sampai dengan 1849 yang merupakan ri “ Raja saweringadi (Luwu)” yang menikah
dengan Wambinakati (Bone). dalam penelusuran kuburan/makam Mokole Bunduwula 1
tersebut ditemukan makam mokole Tohamba, Cucu Mokole Bunduwula 1 yakni anak
Mokole Maranai inea Sinumo Wuta Mbinotiso, Mbinotiso Budnuwula III yang
berkuasa tahun 1715 sampai dengan 1745 diatas bukit sambaosu.
Bermula
dari penemuan makam tersebut, tim peneliti mulai melakukan penelusuran
benda-benda peninggalan kerajaan padangguni, yang masih disimpan oleh beberapa
tokoh masyarakat adat Tolaki, baik berupa catatan sejarah berbahasa belanda,
maupun benda-benda sejarah yang pernah digunakan oleh keluarga Mokole Bunduwula
bukti-bukti sejarah yang berserakan yang menjadi bahan sejarah, yang
dikumpulkan sejak tahun 2001 sampai dengan 2002, kemudian ditindak lanjuti
dengan klarifikasi langsung dengan sejumlah tokoh Adat tolaki, yang masih
mengenali benda – benda peninggalan sejarah tersebut hingga tahun 2006. Catatan
sejarah Kerajaan padangguni yang di kumpulkan tersebut telah diserahkan secara
resmi kepada Menteri kebudayaan dan pariwisata RI dan beberapa ahli sejarah
yang diterima oleh Dr. Anhar Gonggong untuk menjadi bahan kajian lebih baik.
Namun
hingga bulan juni 2007, belum ada pihak yang melakukan tindak lanjut tentang
jejak perjalanan kerajaan Padangguni tersebut, maka saya meminta kesediaan
saudara DR Arief Sugiarto, SH.MH yang pernah menjadi salah satu anggota Tim
peneliti Hukum adat Tolaki dan pernah tergabung dalam penelitian sejarah
kerajaan padangguni tahun 2001, untuk menulis buku “ Jejak perjalanan Kerajaan
Padangguni “. dalam rangka memperkaya kepustakaan keanekaragaman adat istiadat
di sulawesi tenggara, guna mendorong para peneliti sejarah melakukan upaya
penelitian ilmiah mengenai keberadaan Kerajaan Padangguni Kendari Sulawesi
Tenggara, sebagai bagian dari upaya pelestarian adat yang diakui keberadaanya
oleh Negara dan dunia
saya
menyadarai bahwa hasil Penelitian masih sangat jauh dari sempurna karena
keterbatasan sumber-sumber sejarah tertulis menyangkut eksistensi Kerjaan
padangguni, demikian pula penulisan sejarah ini masih memerlukan penyempurnaan,
khususnya dari aspek linguistik dan metodologi penulisan sebuah karya ilmiah
bidang sejarah, bukan karya politik dan bukan pula dongeng, legenda dan mitos,
untuk itu kritik konstruktif untuk penyempurnaan sejarah ini sangat diharapkan,
guna untuk menyempurnakan.
No comments:
Post a Comment